SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM, Oleh Amir Fiqi, Wartawan dan Pemerhati Sosial

Anak-anak Indonesia merupakan aset bangsa yang paling berharga, merekalah kelak sebagai penentu masa depan bangsa. Mencetak generasi unggul menjadi tugas penting bagi pemerintah.

Berdasarkan data UNICEF tahun 2020, Indonesia merupakan negara dengan populasi anak terbesar keempat di dunia. Sepertiga  dari populasi Indonesia adalah anak-anak dengan total 80 juta jiwa.

Sebagian mereka tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta — kemiskinan urban dan polusi adalah tantangan yang mereka hadapi.  Sementara itu, bagi anak di perdesaan terpencil, akses kepada layanan dasar menjadi kenyataan sehari-hari.

Data BPS pada tahun 2018 menjelesakan lebih dari separuh anak Indonesia tersebar di 5 provinsi, yakni di Jawa Barat (18.6%), Jawa Timur (12,8%), Jawa Tengah (12,0%), Sumatera Utara (6.2%), dan Banten (4%). Dan selebihnya sebanyak 46,0% tersebar di provinsi lain.

Besarnya populasi anak-anak di Indonesia patut kita syukuri bersama. Jika diolah dengan baikdan benar, maka mereka akan menjadi potensi yang sangat luar biasa.

Apa yang dimiliki Indonesia jarang sekali dimiliki oleh bangsa-bangsa lain yang didominasi oleh populasi dan tenaga kerja yang sudah menua. Sedangkan Indonesia dua pertiga  dari populasi berada dalam rentang usia produktif (15–64 tahun).

Besarnya populasi anak Indonesia atau yang disebut dengan  bonus demografi ini akan menjadi menjadi mesin pembangunan yang luar biasa. Maka itu,  mulai dari saat ini pemerintah harus membekali generasi muda dengan berinvestasi di berbagai bidang yakni kesehatan, kesejahteraan, dan  pendidikan.  Jika ini tidak dipersiapkan,  maka jangan harap bonus demografi tersebut menjadi berkah, tapi justru sebaliknya menjadi bencana, sebab Indonesia di masa depan tidak diisi oleh genarasi muda yang siap bersaing di tatanan perekonomian global.

Kerja keras pemerintah

Tentunya investasi tersebut sedang dijalankan oleh pemerintah. Seperti komitmen Presiden Jokowi untuk mensejahteraan anak-anak Indonesia.

Komitmen tersebut tergambar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2020-2024 yang memprioritaskan pada  investasi untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM), termasuk melindungi anak-anak Indonesia.

Dan komitmen itu tidak diragukan, pasalnya pemerintah memiliki serangkaian program bantuan sosial untuk mendukung anak dan keluarga mereka yang dirancang dengan berbagai pendekatan, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga termiskin—dengan syarat mereka harus mengakses layanan kesehatan dan pendidikan tertentu.

Program Beras Sejahtera (Rastra) memberikan subsidi beras setiap bulan kepada rumah tangga yang berhak menerima.  Kemudian Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) memberikan kartu tabungan kepada rumah tangga penerima manfaat untuk membeli barang kebutuhan pokok (beras, gula, telur) di toko penyalur bantuan.

Selanjutnya adalah  Program Indonesia Pintar (PIP) menyediakan bantuan pendidikan tunai kepada anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin dan rentan.

Selain itu, pemerintah juga memiliki Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang menyediakan bantuan tunai bersyarat (untuk pemenuhan kebutuhan dasar) dan memberikan intervensi sosial (untuk meningkatkan kapasitas keluarga dan ketahanan anak) kepada anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak jalanan, anak dengan disabilitas, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang terlantar). Dan program bantuan lain yang menargetkan kelompok penerima tertentu, seperti etnis minoritas atau penyandang disabilitas berat.

Semua rangkaian program bantuan tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan du Indonesia. Sebab kemiskinan menjadi problem besar dalam dalam mencetak generasi masa depan bangsa yang unggul dan cerdas.

Fokus atasi stunting

Selain itu, pemerintahan Jokowi sedang fokus untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Masalah stunting ini dapat mengancam masa depan bangsa Indonesia. Sebab anak stunting tidak hanya terganggu pertumbuhan fisiknya,  tapi juga mengalami gangguan pada  pertumbuhan otaknya. Efek dari masalah ini adalah sumber daya manusia menjadi tidak produktif, sehingga berdampak pada terganggunya kemajuan negara.

Berdasarkan publikasi terbaru WHO (2018) berjudul ‘Reducing Stunting in Children’ menyebutkan secara global pada 2016, sebanyak 22,9% atau 154,8 juta anak-anak Balita stunting.  Di Asia, terdapat sebanyak 87 juta Balita stunting pada 2016, 59 juta di Afrika, serta 6 juta di Amerika Latin dan Karibia, Afrika Barat (31,4%), Afrika Tengah (32.5%), Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan (34.1%).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar 20%, sementara Indonesia baru mencapai 29,6%. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%). Provinsi lainnya memiliki kasus dominan tinggi dan sangat tinggi sekitar 30% hingga 40%. (kemkes.go.id).

Upaya pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI telah melakukan intervensi gizi spesifik meliputi suplementasi gizi makro dan mikro (pemberian tablet tambah darah, Vitamin A, taburia), pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI, fortifikasi, kampanye gizi seimbang, pelaksanaan kelas ibu hamil, pemberian obat Cacing, penanganan kekurangan gizi, dan JKN.

Selain itu, Intervensi dari kementerian lain pun diperlukan, seperti di antaranya ketahanan pangan dibutuhkan peran Kementerian Pertanian, pembangunan sanitasi dan air bersih dibutuhkan peran Kementerian PUPR, serta pembangunan desa dari Kementerian Desa PDTT.

Mencerdaskan anak bangsa

Upaya untuk mencetak generasi unggul juga dilakukan secara serius oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Pada tahun anggaran 2021 Kemendikbud Ristek menyiapkan 7 program prioritas yaitu 1)Pembiayaan pendidikan, 2)Digitalisasi sekolah,  3)Sekolah penggerak dan guru penggerak, 4)Peningkatan kualitas kurikulum dan asesmen kompetensi minimum, 5) Revitalisasi pendidikan vokasi, 6) Program kampus merdeka, dan 7) Pemajuan budaya dan bahasa. (Kompas.com)

Sebut saja misalnya pada Program Pembiayaan Pendidikan, Kemendikbud Ristek telah  menganggarkan Rp27,26 triliun untuk pembiayaan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar/Kartu Indonesia Pintar Sekolah, tunjangan profesi guru, KIP Kuliah dan pembinaan Sekolah Indonesia Luar Negeri. PIP/KIP Sekolah akan menyasar 17,9 juta siswa dengan anggaran Rp9,6 miliar.

Sementara KIP Kuliah akan menyasar 1 juta mahasiswa dengan anggaran Rp10 miliar. Lalu, Rp7 miliar akan dialokasikan untuk tunjangan profesi guru yang menyasar 363.000 guru.

Sedangkan pada Program Kampus Merdeka, Kemendikbud Ristek juga  menganggarkan dana sebesar  Rp 4,42 triliun yang  digunakan untuk membantu transformasi perguruan tinggi menjadi universitas yang lebih otonom dan akuntabel.

Mendikbud Ristek, Nadiem Anwar Makarim mengatakan, universitas diberikan kemerdekaan untuk menentukan takdir mereka sendiri-sendiri, untuk bisa menentukan spesialisasi mereka sendiri-sendiri. Termasuk meningkatkan SDM pendidikan tinggi dan membantu perguruan tinggi mendapatkan akreditasi tingkat internasional dan berkompetisi di panggung dunia.

Upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mempersiapkan generasi unggul di masa depan  patut diapreasi. Namun, kerja keras pemerintah ini tidak bisa berjalan sendiri. Peran-peran masyarakat sipil, dunia usaha dan semua elemen bangsa yang lain sangat dibutuhkan untuk menjaga aset bangsa yang berharga itu.

Selamat Hari Anak Nasional, Anak Terlindungi, Indonesia Maju

Tags
SHARE