SHARE

Noken Papua

CARAPANDANG.COM - Mama-mama di Papua berjalan kaki dengan semangat untuk mencapai rumah setelah seharian penuh berususan dengan ladang. Mereka menyusuri jalan sambil membawa tas-tas besar yang digantungkan di kepala dan bagian kantungnya menjuntai hingga punggung. Kantung rajutan itu tampak tidak ringan karena membawa muatan sepeti umbi-umbian, sayur-sayuran, barang-barang, anak babi, bahkan ada yang menggunakannya untuk menggendong bayi.

Kantung rajutan khas Papua itu bernama noken, yaitu wadah menyerupai tas (tetapi bukan tas) yang dibuat dari bahan alami berupa serat kayu ataupun daun (saat ini ada juga yang dari benang). Noken otentik terbuat dari akar-akaran yang dipilin dan dijalin berbentuk jaring sehingga sangat elastis, barang dengan dimensi besar sekalipun muat di dalamnya. Noken telah menjadi lambang kesuburan serta simbol kehidupan dan perdamaian bagi masyarakat di Papua, terutama di Pegunungan Tengah Papua seperti suku Mee, suku Damal, suku Yali, suku Lani dan suku Bauzi.

Masyarakat Papua biasanya menggunakan pohon manduam dan pohon nawa untuk membuat noken yang daya tahannya mencapai tahunan. Bahan tersebut selanjutnya harus dibersihkan, dipilin, dirajut atau dianyam membentuk pola dan ikatan yang harmonis satu sama lain. Dalam proses pembuatan noken dibutuhkan keuletan dan kesabaran, maka tidak heran karakter itu sesuai dengan naluri seorang ibu.

Pembuatannya cukup rumit karena dirajut tidak menggunakan mesin. Warna-warni noken yang bervariasi dihasilkan oleh pewarna alami. Untuk membuat satu noken dibutuhkan waktu 1-2 minggu, untuk noken berukuran besar membutuhkan waktu hingga 3 minggu.

Ketika ikatan dari sebuah noken sudah terbentuk maka akan saling menopang agar semakin kokoh memuat bawaan yang volumenya berkali lipat dari volume noken itu sendiri, demikian pula untuk menggendong anak yang masih kecil. Hal ini tentunya persis seperti sifat elastis jaringan otot polos rahim yang mampu mengerut dan memelar sesuai umur kandungannya.

Fungsi noken beragam, mulai dari memuat harta keluarga, hasil kebun, kebutuhan sehari-hari, hingga tempat menggendong bayi. Noken yang berukuran kecil biasanya digunakan untuk membawa barang-barang pribadi, sementara yang berukuran besar untuk mengangkut barang seperti kayu bakar dan tanaman hasil panen. Siapapun dapat memiliki noken karena benda ini dijual sebagai oleh-oleh untuk wisatawan, harganya relatif murah antara Rp25-Rp50 ribu tergantung jenis dan ukurannya.

Apabila ingin melihat langsung pembuatannya, Anda bisa mengunjungi Desa Sauwandarek di Wayag, Kabupaten Raja Ampat. Noken hanya dibuat oleh perempuan di Papua dimana itu juga sekaligus penanda kedewasaan wanita. Jika sudah dianggap dewasa maka ia baru boleh menikah.

Sebagai benda budaya noken telah terdaftar di UNESCO sebagai warisan kebudayaan tak benda pada 4 Desember 2012. Pengakuan UNESCO diharapkan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya noken yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat.