SHARE

Istimewa

CARAPANDANG.COM - Tim Advokasi Antikorupsi dan Otoritarianisme (TAKTIS) melaporkan dugaan praktik maladministrasi yang dilakukan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., pada Jum’at (12/3) pukul 15.00 WIB, di Gedung Ombudsman RI, Jl. H. R. Rasuna Said, Kav. C-19, Kuningan, Jakarta Selatan. Pelaporan diterima oleh Komisioner Bidang Pendidikan Indraza Marzuki Rais dan Tim Pengaduan Ombudsman Republik Indonesia.

Koordinator TAKTIS, Mujahid A. Latief dalam keterangan persnya menjelaskan pelaporan dugaan maladministrasi tersebut ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki tata kelola UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai standar good university governance (GUG) yang mempedomani prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan pertanggung-gugatan dalam tata kelola Badan Layanan Umum (BLU).

"Dugaan maladministrasi dan dugaan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Rektor berhubungan dengan penggunaan atribut dan kekuasaan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk membangun asrama organisasi kemahasiswaan yang bukan bagian organisasi UIN. Selain menggunakan tangan rektor, pemanfaatan atribut UIN, tata kelola dana yang diperoleh dari berbagai pihak juga tidak digunakan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan standar tata kelola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) UIN Syarif Hidayatullah, yang semestinya tunduk pada Hukum Keuangan Negara," jelasnya.

Dia menjelaskan, mengacu pada ketentuan dalam UU 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, maladministrasi didefinisikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

"Jika mengacu pada UU tersebut, maka tindakan Rektor UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Syarif Hidayatullah Nomor: 475 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Asrama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tertanggal 13 Mei 2019, tetapi sesungguhnya yang dibangun adalah asrama organisasi ekstra-kampus dan rangkaian respons atas permohonan pemeriksaan dari 22 Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Menteri Agama RI, surat permohonan pembentukan Mahkamah Etik oleh 126 dosen untuk memeriksa Prof. Dr. M. Suparta, M.A, yang merupakan ketua panitia pembangunan, serta tindakan pemanggilan-pemanggilan terhadap penyeru pembentukan Mahkamah Etik, merupakan rangkaian maladministrasi lanjutan yang jelas melawan hukum," paparnya.

Mujahid mengatakan tindakan melawan hukum lainnya juga tercermin pada pembiaran Rektor atas penggunaan dana sumbangan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan lainnya. Dalam Rapat Senat Terbuka, 17 Desember 2020, Rektor mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui penggunaan uang tersebut.

Donasi yang dhimpun oleh panitia pembangunan asrama tersebut diduga masuk melalui rekening titipan, yang sering disebut rekening 13, sebagai rekening penampungan berbagai dana dari pihak luar kampus. Penggunaan rekening 13 tanpa terlebih dahulu dicatatkan dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, melainkan langsung digunakan oleh pihak UIN, menyebabkan potensi hilangnya pendapatan negara.

Terakhir, Rektor memberhentikan Wakil Rektor III Prof. Dr. Masri Mansour, M.Ag. dan Wakil Rektor IV Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, MA., yang merupakan whistleblower kasus ini, sebagai puncak dari tindakan maladministrasi dan kesewenang-wenangan Rektor karena dilakukan dengan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.

"Sudah waktunya Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, mengambil tindakan tegas dan proporsional atas carut marutnya tata kelola UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," tutupnya. 

Tags
SHARE