Didirikan pada 1974 dan berlokasi di jantung kota Kabul, toko buku tersebut memiliki koleksi berisi lebih dari 20.000 buku yang disusun dengan cermat dalam berbagai bahasa, termasuk Spanyol, Mandarin, Polandia, Prancis, Urdu, dan Arab.
Topiknya mencakup sejarah, kedokteran, ilmu pengetahuan, budaya, politik, ekonomi, dan literatur anak-anak, dengan beberapa di antaranya berusia lebih dari 300 tahun. Ada pula buku-buku yang secara khusus membahas pertumbuhan ekonomi China.
"Buku sangat dihargai di seluruh dunia," kata Shah yang saat ini berusia 39 tahun. "Namun, sayangnya apresiasi itu tidak terlihat di sini, di Afghanistan."
Zahor Chopan, pegawai lain di toko tersebut, turut mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap berkurangnya jumlah pengunjung. Dia percaya bahwa kurangnya semangat membaca di kalangan generasi muda terutama disebabkan oleh kesulitan ekonomi yang masih terus melanda negara itu.
"Tidak banyak orang yang tertarik pada buku saat ini," ujar Chopan. "Orang-orang berpendapatan rendah mungkin ingin membaca, tetapi mereka tidak mampu membeli buku."
Seorang pria membaca buku di sebuah toko buku di Kabul, Afghanistan, pada 22 April 2025. (Xinhua/Saifurahman Safi)